- -

SenDiRi

Malam ini
Mengapa hanya aku
Yang terbangun dari lelap tidurku
Kesendirian menyelimutiku
Kegalauan datang padaku
Berteman kegelapan
Berbayang-bayang kesunyian
Batinku merana
Ragaku lelah
Aku bosan dengan semua ini
Ku terus mencoba
Untuk menerobos kegelapan ini
Aku harus mencari
Cahaya baru hidupku
Yang akan menemaniku
Menuju lembaran baru

Continue
- -

KaDo isTiMeWa

Tit.. Tit.. Tit.. Tit..
Jam beker kesayanganku yang berada di samping tempat tidur berbunyi.
“Ah, jam beker sialan! Emangnya sekarang sudah jam berapa sih?” gerutuku.
“Hah, udah jam segini? Kenapa juga jam beker sialan itu nggak bunyi dari tadi!”
Cepat-cepat ku sambar handuk yang ada di dekat meja belajarku. Hari ini pun seperti biasa, aku melakukan tradisi “mandi bebek” yang hampir aku lakuin tiap pagi kalau udah bangun kesiangan. Tapi kalau hari libur tradisi ini nggak berlaku soalnya aku mandi cuma sore aja. He.. he.. Tiba-tiba gigiku terasa sakit. Nggak tau apa sebabnya.
Lima menit kemudian, aku kembali dengan memakai seragam putih abu-abu kesayanganku. Udah dua tahun aku pakai baju ini, tapi nggak tau kenapa aku nggak pernah bosen pakai baju yang warnanya udah pudar ini.
“Retha sayang, buruan turun. Papa udah nunggu kamu dari tadi!” teriak mama dari bawah.
Aku pun segera menuruni tangga dan menyambar roti durian kesukaanku yang ada di atas meja makan. Aku menggigit sedikit roti itu dan gigiku terasa sakit lagi.
“Aduh Ma, gigi Retha sakit banget nih!” teriakku sambil menahan air mataku yang hampir menetes gara-gara gigiku yang sakit banget ini.
“Kamu sih nggak pernah gosok gigi,” celetuk Mama tanpa rasa berdosa.
“Enak aja. Tiap hari Retha itu udah gosok gigi Mama!”
“Habisnya kamu kalau mandi cepet banget.”
Merasa ada yang tertinggal, aku pun segera kembali ke kamarku. Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju ke meja lampu tidur dan aku dapatkan HPku disitu.
1 massage received
“Retha sayang, met ultah yang ke-17 ya. Semoga kamu tambah dewasa dan nggak cengeng lagi.”
Dasar Reno, selalu aja gitu. Tapi dia emang bener, aku anaknya cengeng banget. Lima kali nonton Romeo and Juliet, lima kali juga aku nangis cuma gara-gara film itu.
Oh iya, Reno itu kekasihku, belahan jiwaku, pujaan hatiku, sebagian hidupku. HaHaHa, sok puitis. Dia adalah seorang mahasiswa fakultas komunikasi di perguruan tinggi negeri Surabaya. Selama ini memang cuma dia orang kedua yang paling ngertiin aku selain Mama Papaku. Dia selalu siap bantuin aku kapan aja aku butuhin dia. Termasuk tiga hari yang lalu, dia rela datang ke rumahku dan ngebantuin ngerjain PR Matematikaku sampai jam 11 malam. Padahal sorenya dia baru pulang dari Malang karena ada urusan keluarga. Tetapi selama dia ada di rumahku dia tidak mengeluh sedikit pun. Bukannya aku tega, tapi memang aku nggak bisa ngerjain PRnya.
Tapi sekarang tanggal berapa ya? Aku coba membuka kalender di HPku. Tanggal 27 tapi kenapa Mama nggak ngucapin selamat ulang tahun ke aku? Biasanya Mama kan orang pertama yang ngucapin selamat ulang tahun. Ah, mungkin Mama lupa sekarang tanggal berapa. Manusia kan nggak luput dari lupa. Aku pun menuruni anak tangga dan bergegas menemui mama.
“Mama, sekarang tanggal berapa sih?”
“Tanggal 27. Memangnya kenapa? Ada tugas yang belum di kumpulin ya?”
“Enggak kok Ma, nggak ada apa-apa. Ya udah Ma, Retha berangkat dulu ya..” Akupun mencium tangan Mama dan berlari menuju garasi karena Papa sudah menunggu dari tadi.
“Retha, kamu lama banget sih? Belum ngerjain PR lagi ya?” celetuk Papa.
“Enggak kok Pa. Hari ini nggak ada PR,” sahutku.
“Ya udah kalau gitu. Kita berangkat sekarang?”
“Oke deh..”
Dalam perjalanan aku merasa gigiku sakit lagi. Aku mencoba menahannya. Sepertinya waktu aku mengeluh tadi ada malaikat lewat dan Dia mengerti apa yang sedang aku inginkan saat ini. Aku melihat di seberang jalan ada apotek. Segera aku memberitahu Papa agar menghentikan laju mobilnya dan berlarilah aku menuju apotek itu lalu membeli obat yang sedang aku butuhkan.
x x x

Tepat pukul 09.30, bel tanda istirahat berbunyi. Rasanya hari ini aku tidak bersemangat untuk ke kantin. Meskipun rasa sakit gigiku sudah tidak terasa lagi. Tiba-tiba ada dua orang datang menghampiriku. Mereka tak lain adalah Rara dan Ruri, sahabatku.
“Hey Tha, ‘met ultah ya,” seru mereka bebarengan sambil bergantian mencium kedua pipiku.
“Thanks ya.”
“Kamu kenapa sih Tha kok kayaknya nggak happy?” tanya Rara.
“Gigiku lagi sakit nih Ra,” jawabku seadanya.
“Kenapa nggak ke dokter gigi aja?”
“Aduh, plis deh mana ada dokter gigi pagi-pagi buka? Lagian juga nanti kalau dicabut gimana? Kan sakit..” keluhku sambil bertampang agak melas.
“Aduh Tha, pasti di dokter gigi itu di periksa dulu. Kalau ada yang nggak beres baru dicabut,” sanggah Ruri.
“Tapi kalau udah ke dokter gigi, menurut tradisi kan pasti dicabut. Ntar disana bisa-bisa aku ngeluarin air mata satu ember.”
“Tapi kan hasilnya kamu nggak bakal sakit gigi lagi, Tha,” kata Ruri.
“Pokoknya sekali enggak tetep enggak!” belaku.
“Iya-iya deh terserah kamu. Tapi nanti kita jadi makan-makan di rumah kamu kan?” tanya Rara.
“Enggak tau!” jawabku enteng.
“Kok bisa nggak tau sih?” sambung Ruri.
“Habisnya orang rumah kayaknya udah lupa sama ultahku deh. Mama Papa nggak ngasih selamat semua. Tadi pagi yang ngasih selamat cuma Reno dan sekarang cuma kalian,” jawabku dengan nada sedih.
“Ya udah kalau gitu ntar pulang sekolah kita tetep ke rumah kamu buat ngerayain ultah kamu. Ntar kita bisa masak bareng kok. Oke?” hibur Ruri.
Aku hanya mengangguk dan saat itu pula bel tanda masuk berbunyi. Rara dan Ruri pun kembali ke kelasnya.
x x x

Aku, Rara, dan Ruri dalam perjalanan menuju rumahku. Mereka berniat untuk merayakan ultahku meskipun secara sederhana. Kami pun sampai di pagar rumah. Ketika membuka pintu, aku sangat kaget karena disana sudah ada Reno, Mama, dan Papa. Tak ketinggalan juga black forest kesukaanku juga sudah nangkring di atas meja. Mama dan Papa menghampiri aku.
“Retha, selamat ulang tahun ya sayang. Wah, anak Mama sudah dewasa nih,” kata Mama sambil mencium kedua pipiku.
“Retha pikir Mama lupa sama ulang tahun Retha.”
“Ya nggak mungkin dong.”
“Selamat ultah ya, Nak,” sekarang Papa yang memberi ucapan selamat untukku.
Reno pun nggak ketinggalan. Dia memberi ucapan sambil mencubit pipiku, “Retha cengeng met ultah ya. Tapi kalau udah umur 17 nggak boleh cengeng lagi!”
Tiba-tiba sakit gigiku kambuh lagi. Yang ini lebih sakit daripada yang tadi. Karena tak kuat menahan sakitnya, aku pun menjerit kesakitan sambil menangis. Mama, Rara, dan Ruri yang ada disitu segera mengajakku duduk dan menenangkan aku. Reno mengajak Papa untuk ke depan. Aku nggak tau apa yang sedang mereka bicarakan.
Setelah aku sudah agak tenang, Reno mengajakku untuk pergi. Katanya sih ke rumah salah satu saudaranya yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku. Setelah berpamitan pada Papa, Mama, Rara, dan Ruri aku segera naik di atas motor Reno.
x x x

Sesampai di rumah saudaranya, Reno mengajakku masuk ke dalam. Tetapi aku masih bengong melihat rumah segede istana yang ada di depanku saat ini. Akhirnya Reno menarik tanganku untuk segera masuk ke dalam rumah tersebut. Dia pun menyuruhku duduk di ruang tamu.
“Retha, kamu duduk disini dulu ya. Aku masuk ke dalam dulu, nyari tanteku.”
“Oke. Tapi jangan lama-lama!”
Beberapa menit kemudian Reno datang menghampiriku.
“Tha, kamu disuruh tanteku masuk kesana,” kata Reno sambil menunjuk sebuah ruangan.
Tanpa pikir panjang aku pun segera berjalan ke ruangan itu sambil ditemani Reno di belakangku.
Aku membuka pintu ruangan itu dan Reno yang ada di belakangku segera mengunci pintu itu. Betapa herannya aku ketika ruangan yang aku masuki itu adalah tempat praktek tentenya Reno yang berprofesi sebagai dokter gigi. Dan sekarang ini di hadapanku sudah ada Tantenya Reno lengkap dengan alat-alat medis yang akan digunakan untuk praktek pada gigiku ini. Apakah ini kado istimewa di hari ulang tahunku??*

Continue